QPE

QPE

Rabu, 05 Oktober 2011

Kok ga diSENSOR???

     Jadi keseringan nulis blog yaa. hoho. Ini karena sekarang tuh kalo ada topik buat nge-blog, langsung saya post aja gitu tanpa pikir-pikir lagi. Ya daripada numpuk. Udah banyak juga topik yang numpuk di catatan saya, alih-alih mau di-share di mari, eh malah buluk aja gitu di meja belajar :p Kali ini saya akan bercerita tentang salah satu program TV yaitu FTV (Film Televisi). Sebagai penikmat televisi, saya lebih suka menonton FTV daripada sinetron. Buat saya, sinetron itu terlalu 'mengikat' dengan ratusan episode-nya. Makanya saya salut sama masyarakat Indonesia yang mampu 'setia' menyaksikan tayangan sinetron dari awal hingga tamat *applause* :D
     Nah, FTV itu paling berdurasi 1 jam - 2 jam yaa (eh apa 2 jam lebih yaa plus iklan?? haha, agak lupa juga nih). Jadi kita bisa langsung tau ceritanya saat itu juga. Ga usah ngabisin waktu berbulan-bulan. Di industri TV Indonesia, tayangan FTV-nya kalo buat saya sih cukup juara yaa. Apalagi dengan scene yang dilakukan di tempat-tempat indah macam Jogja, Bali, Lombok, Bandung, dsb. Ditambah dengan ceritanya yang lumayan rame dengan judul-judul yang dibuat menarik dan dekat dengan bahasa sehari-hari.
     Siang ini, saat saya sedang bersantai dengan 'Sweety' (Sweety adalah kucing betina yang lagi hamil dan merupakan peliharaan deQinn, adik saya), saya iseng nyalain TV. Jam-jam segitu biasanya emang ada FTV walaupun kadang FTV-nya re-run. Ada dua stasiun TV yang sedang menayangkan FTV. Kebetulan saya adalah orang yang suka pindah-pindah channel, jadi saya menikmati FTV itu sekaligus. FTV yang satu lagi iklan, pindah lah ke FTV yang kedua. FTV pertama bercerita tentang, biasa lah, cewe kota yang dapet tugas ke desa, eh cinlok deh sama pemuda setempat. Tapi ceritanya dikemas dengan bagus ya karena mengangkat salah satu budaya Indonesia yaitu tentang Lomba Domba Garut gitu deh.
     FTV kedua nih yang bikin saya tergerak untuk nulis di blog kali ini. Ceritanya tentang, biasa lah, cewe kurang mampu yang masih kuliah dan di kampus dipertemukan dengan dua orang pemuda, yang satu sengak dan yang satu baik hati. Si cewe kurang mampu itu harus nyambi jadi tukang jamu demi membiayai kuliahnya. Bisa ketebak lah, si cowo baik hati suka sama nih cewe. Si cowo sengak, awalnya benci tapi lama-lama malah suka karena kemakan prinsip 'benci jadi cinta' kali yaa. hehe. Pokoknya gitu lah ceritanya. hoho. Saat saya sedang asik nonton (sebenernya sok asik aja sih :p), saya terpaku akan sebuah percakapan di mana si cowo sengak menggunakan kata slang yang mengandung konotasi buruk dan TIDAK DISENSOR.
Berikut akan saya kasih screenshot dari FTV di atas:
 ini cuplikan kalimatnya:
Chika: "Jadi..jadi..Lo cucunya..cucunya Opa Jo, dong?!"
Angga: "Oh my God.. S**t! Lo Si tukang jamu itu??"

Untuk yang penasaran, nih di Youtube ada yang mengunggah video-nya. Perhatikan aja antara menit ke 05:14 sampai 05:24 --> FTV

     Di kalimat tersebut ada kata umpatan yang mengungkapkan kekesalan. 'S**t' juga bisa diartikan sebagai (maaf) kotoran. Hmm, kenapa ga disensor yaa?? Setau saya, kata 's**t' di lagu Avril Lavigne yang berjudul My Happy Ending aja disensor bahkan kadang diganti jadi 'stuff' kalo dia nyanyi Live. Di lagunya Maroon5 juga yang Moves Like Jagger kata 's**t'-nya disensor. Setelah saya browsing, saya menemukan link ini --> Seven Dirty Words. Ada komedian berkebangsaan Amerika yang mendata tujuh kata-kata kotor yang tidak pernah dikatakan di TV. Kata-kata tersebut adalah shit, piss, fuck, cunt, cocksucker, motherfucker dan tits. Tuh kan, 's**t' masuk daftar blacklist.
     Pertanyaan yang kemudian muncul di benak saya adalah "Apa karena 's**t' termasuk kata serapan sehingga tidak masalah jika ditampilkan di TV Indonesia?" Hmm, bisa jadi sih. Soalnya saya pernah nonton beberapa film pendek di TV kalo kata-kata umpatan yang berbahasa Indonesia tuh sampe disensor segala. Contoh kata-katanya adalah: Brengsek, Bedebah. Ketika si aktor mengucapkan kata tersebut, kita tidak akan mendengar ucapannya karena disensor itu tadi, tapi saya bisa tau dia ngomong apa karena saya nyewa 'ahli pembaca gerak bibir' untuk kasus ini (hahaha, lebay! :p). Kata brengsek dan bedebah dianggap terlalu kasar untuk terang-terangan ditampilkan di TV. Hipotesis saya nih, emang karena kata 's**t' kurang begitu akrab di telinga pemirsa Indonesia, ya jadi ga masalah kalo ga disensor. Tapi ga tau juga yaa.. Apa ini saya terlalu mempermasalahkan perkara remeh?? Haha, yang jelas saya hanya berusaha mencari jawaban bagi rasa penasaran saya saja akan suatu hal.
     Akhir kata, jayalah selalu pertelevisian Indonesia :). Sesungguhnya TV itu mempunyai pengaruh baik atau buruk secara langsung maupun tidak langsung bagi para penikmatnya. Iya sih pintar-pintarnya penonton aja dalam menyikapinya, tapi kan para penggiat industri ini juga harus ada usaha untuk menyajikan tayangan atau hiburan yang tidak akan memberi dampak negatif.


Salam, Primanadya, penyuka FTV yang syutingnya di tempat keren :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan santun ber-komentar!