QPE

QPE

Minggu, 27 Desember 2015

Cerampen #4: Masa Lalu

"Seberapa penting sih masa lalu buat kamu?"
Pertanyaan ringan yang dilontarkan ini membuat suasana menjadi kikuk. Agaknya perkara kerja kelompok kali ini bukan mengenai UTS semata, melainkan tentang 'Universitas Kehidupan'.

"Yes! Akhirnya beres juga.."
"Nilai A sudah di tangan!"
"Hahaha.. pede banget!"
"Aamiin-kan aja, yuk!"
"Aamiin..."

Lalu mereka berlima pulang menuju kost-nya masing-masing. Kebetulan tidak terlalu jauh dari kafe tempat mereka berkumpul tadi. Sekumpulan anak kuliah semester 5. Tiga perempuan dua laki-laki.

***

Lho, pertanyaan tadi tidak ada yang menjawab?
Bukan tidak ada yang menjawab. Tidak ada yang mau membahasnya. Masing-masing dari mereka menjawabnya ketika pulang, itupun jawaban di dalam hati. Berikut batin mereka akan pertanyaan tadi.

Masa lalu. Lebih mudah mengenang masa lalu yang berisi hal-hal yang menyenangkan. Siapa yang mau melakukan kesalahan.

Masa lalu. Menyebutnya saja membuat muak apalagi harus mengingatnya. Masa lalu penuh penyesalan, membuat hidup tidak fokus dan kehilangan tujuan. Menyebalkan.

Kita kan hidup di masa sekarang, ngapain ngomongin masa lalu. Hahaha. Pertanyaan ga penting.

Masa lalu adalah sejarah. Manusia jangan melupakan sejarah. Itu kata Bung Karno, bukan kata saya.

Masa lalu... Hmm...

Itulah jawaban dari ke-5 mahasiswa/i tadi.
Ada yang merasa terwakili?
Ada jawaban lain?

Terima kasih sudah membaca. Kamu baik sekali. 😊

-QPE-

Kamis, 20 Agustus 2015

CERAMPEN #3: Merasa (Paling) Benar

          Kegiatan yang menyangkut ibadah tidak dilakukan oleh setiap penganut agama, mungkin ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Lalu bagaimana dengan pelaku ibadah itu sendiri?
Apa yang mereka rasakan?

          Suatu siang di sebuah pinggiran kota...
"Mbak Nis, nanti ngaji kan?!"
"Iya, insha Allah. Mbak Icha ngaji juga?"
"Ngaji dong pastinya..."

          Selesai pengajian...
"Aku tuh... Ini aku lho ya.. Jadi aku tuh alhamdulillah masih bisa dikasih kesempatan ngaji."
"Iya alhamdulillah..."
"Orang sih banyak yang hatinya tidak tergerak untuk ngaji. Padahal kan ngaji juga untuk kehiduan sehari-hari. Ih parah deh.. Aku sih kalo ga ngaji merasa kosong gitu. Pahalanya kan banyak ya.."

          Di rumah...
"Setiap ngaji alhamdulillah aku bahagia tapi selalu merasa banyak dosa. Tindakanku benar namun tak merasa paling benar. Siapalah aku dengan sok tahu menghitung pahala dari tiap manusia. Aku hanya perlu untuk terus istiqomah...", ujarnya bermonolog menghadap cermin sambil melepas peniti dari jilbab warna pastelnya.

Apakah Mbak Ninis yang merasa paling benar?
Atau Mbak Icha yang terus berintrospeksi?
Intinya bukan siapa, melainkan tindakan dalam beribadah.
Agaknya kita berada dalam masalah yang sesungguhnya ketika mulai merasa menjadi Maha Benar. Apalagi mulai menghakimi sesama dengan seenaknya.

          Mengajak ke kebaikan memang benar, tapi sangat dibenarkan jika dilakukan dengan langkah-langkah yang benar.




Terima kasih sudah membaca. Kamu baik sekali! :)
QPE

Jumat, 26 Juni 2015

CERAMPEN #2: Dialog Lelaki Urban Tentang Perempuan

Minggu ke-1

"Tipe lo tuh.."
"Haha. Ga. Lo kali.."
"Iya gw suka yang keliatannya dewasa dan ngemong."
"Nyari pasangan apa babysitter?"
"Hahaha. Lo gimana?"
"Gw mah sedapetnya yang cocok aja."
"Pasrah banget.."
"Bukan. Prinsip gw, kita jangan kufur nikmat."
"Berat, bro.."
"Haha. Lo harus tau kapan perlu berhenti."
"Iya deh.."


Minggu ke-2

"Bedaknya ketebelan, Sist..."
"Hahaha. Komen mulu lo!"
"Kontras tuh muka sama leher."
"Noob, bro. Haha.."
"Ga usah trying so hard to look fabulous, kali. Kita ga nge-judge dari make-up doang.."
"What are you trying to say is..."
"Ya kan cewe cantik ada aspek behaviour and brain juga. Body juga deng. Haha.."
"Eh lo ga tau ya?"
"Apaan?"
"Cewe susah payah make-up dan dress-up buat saling intimidasi antar kaumnya kali."
"Serius?"
"Yoi."
"Gw kira buat attract our attention."
"Cuma 15% lah itu."
"Lo terdengar sotoy tapi somehow argumen lo valid juga. Haha.."


Minggu ke-3

"Langgeng lo sama yang sekarang?"
"Belom bosen aja gw. Haha."
"Parah lo.."
"Fotoin OOTD gw sabi kali, bro.."
"Kayak cewe aja pake OOTD segala."
"Lah sejak kapan OOTD milik kaum hawa doang? Bebas kali, bro.."
"Haha. Bebas lah.. Aliran maskulinist ya, lo?"
"Apaan tuh?"
"Saingannya feminist. Haha.."
"Haha gw ga gitu suka tentang feminisme tapi ngeliat Emma Watson jadi Aktivis Perempuan sih kok gw respect ya, bro?"
"Lo mah nge-fans bukan respect. Haha.."
"Haha. Tapi gw kalo nikah pengen istri yang keibuan aja cukup."
"Gw sih kalo istri gw ntar mau jadi wanita karier juga ga apa-apa, asal tetep manut."
"Bikin yuk Aliansi Suami yang Beristri Manut Ae alias A-SU-BA-E."
"Haha gokil.."


Minggu ke-4

Tak ada percakapan tentang perempuan untuk kali ini. Percakapan di atas adalah obrolan ringan antara dua orang pria yang tinggal di kota besar dengan usia sekitar 25-28 tahun.
Untuk kaum adam yang dianggap sederhana, praktis, terkadang mereka pun punya pemikiran jelimet sendiri tentang lawan jenisnya.
Tak melulu masalah fisik atau beragam citra yang dipopulerkan media akan rupa seorang perempuan, tapi pendapat mengenai keseharian dan tingkah lakunya pun tak luput untuk mereka bahas.
Terkadang pandangan mereka akan perempuan tidak cukup detail tapi sudah cukup mengandung poin dari keseluruhan topik.
Rata-rata mereka mengobrol dengan pakem serius tapi santai, sok serius lebih tepatnya. Menghakimi dengan diiringi derai tawa.

Selalu ada pendapat tentang apapun. Lebih baik memprioritaskan tentang melihat isi pendapatnya daripada oleh mulut siapa pendapat tersebut diutarakan.



Terima kasih sudah membaca. Kamu baik sekali! :)
Salam, QPE.

Kamis, 18 Juni 2015

CERAMPEN #1: Duka Seorang Teman

Aku kebingungan. "Dompetku hilang.."
Aku sebal. "Dia tidak peka sama sekali. Kenapa, sih?"

"Selalu saja hujan!"
Aku bosan. "Bisnya tak kunjung tiba.."
Aku menggerutu banyak hal.


***

Aku mendengarkan.

***

"Kamu pikir manusia tak pernah sedih?"
"Bukankah manusia selalu bermasalah?"

"Hidup macam apa yang tengah kamu jalani?"
"Tak mengerti cara berteman?"

***

"Kamu kira hanya karena aku tak pandai mengumbar duka sepertimu, pertemanan ini tak harus ada?"

***


         Ini adalah kisah dua orang yang saling menganggap teman. Orang ke-1 merasa orang ke-2 tidak tahu cara berteman karena perkara berbagi duka. Mungkin ini hanya wujud dari rasa malunya yang terus mengeluh banyak hal tatkala temannya hanya mendengarkan. Ia ingin simbiosis mutualisme.
          Orang ke-2 sepertinya bukan tipe manusia yang terbuka akan segala hal sehingga dia tak pernah berbagi duka padahal tetap ingin berteman.
          Jika ingin menjadi orang ke-3, ke-4, dan seterusnya, silakan memihak pada salah satunya atau tidak sama sekali.



Terima kasih sudah membaca! Kamu baik sekali...
Salam, QPE.

Kamis, 05 Maret 2015

Februari

Sekarang udah masuk Maret 2015. Lagi-lagi di bulan Februari ga posting apa-apa. Kenapa yaa.. Misteri kehidupan. Harus tunggu Februari 2016 deh.
Huft.
Postingan di tahun ini dibuka oleh keluh kesah. Widiw. Sungguh humanis.
Baiklah..
Kapan-kapan posting lagi. Kesian ada beberapa pembaca setia yang butuh untuk membaca tulisan saya. *sok banget* *maafin*

Ciao!

-Nyonya Kusuma-