QPE

QPE

Jumat, 31 Januari 2020

Tulang Ikan 20 Juta

Bismillah...

Tulisan pertama di tahun 2020 ini cukup emosional bagi Ambu. Rasanya berat setiap mau mulai menulis, ada rasa sesak di dada dan air mata yang tertahan. Namun semoga ada hikmah dan manfaat yang bisa diambil dari situ.

Kejadiannya adalah hari Kamis, 16 Januari 2020. Tak ada yang berbeda dengan aktivitas Ambu kala itu yaitu sedang menyuapi kedua anak Ambu, Aa Umar dan Dedek Aydin. Menu makan siang hari itu adalah sepiring nasi dan ikan kembung goreng yang bumbunya Ambu tumbuk sendiri. Memang ikan kembung ini menjadi favorit Aa dan Dedek. 

Sekitar pukul 11.30 tiba-tiba Aa Umar laporan bahwa ada duri ikan di mulutnya. Ambu yakin bahwa tiap hendak nyuapin, duri ikan sudah Ambu singkirkan dan Ambu malah memaksa Aa Umar untuk tetap menelannya. Lalu keadaan diperparah dengan Aa Umar yang muntah dan mengeluh sangat kesakitan. Untungnya hal itu tidak berlangsung lama. Setelah lewat waktu dzuhur, saatnya jadwal anak-anak untuk tidur siang. Aa Umar nampak gelisah namun tidak menunjukkan rasa sakit seperti tadi. Memang Aa Umar ini agak kurang suka jika diminta untuk tidur siang. Sekitar pukul 14.30, Aa Umar sesekali mengeluh lagi bahwa di sekitar tenggorokannya sakit. Penasaran, Ambu coba cek. Tidak ada duri apapun. Untuk penanganan awal, Ambu minta Aa Umar menelan nasi kepal dan makan buah pisang. Tapi ia tetap mengeluh kesakitan. Saat dicek lagi, astaghfirulloh, ternyata memang ada duri ikan yang menancap di pangkal lidahnya.

Saat itu yang ada di pikiran Ambu adalah harus ada bantuan medis karena Ambu sama sekali ga bisa ngapa-ngapain untuk ambil durinya. Setelah menghubungi dokter anak yang biasa menangani Aa Umar, maka diputuskan untuk menemui dokter THT. Terlebih Ambu juga tanya ibu-ibu di WAG Orami Toddler, menurut mereka sebaiknya langsung ke dokter saja. 

Sekitar pukul 15.00 Ambu berangkat menuju rumah sakit. Astaghfirulloh... Kala itu tengah hujan angin, Ambu bertiga menggunakan jasa Grab Car. Terlihat si sopir juga cukup panik karena kondisi saat itu tidak bagus untuk melakukan perjalanan. Ditambah kami harus cari jalan alternatif agar terhindar dari macet. Kami melewati perkampungan dan ada perlintasan rel kereta api tidak berpalang otomatis, dengan kondisi hujan angin seperti itu, tidak ada sukarelawan yang biasa menjaga di sana. Kami berusaha hati-hati dan setelah waktu tempuh selama satu jam, kami sampai di rumah sakit.

Buru-buru Ambu menuju poli THT membawa Aa Umar yang kesakitan dan Dedek Aydin yang masih bingung karena baru bangun tidur. Setelah coba daftar, petugas RS mengabarkan bahwa dua orang dokter yang praktik hari itu tidak menerima pasien tanpa appointment sebelumnya. Ambu diminta datang lagi keesokan harinya. Agak kalut, Ambu mencoba cara lain yaitu apa bisa masuk ke UGD dulu baru nanti ditangani dokter THT. Di pikiran Ambu kala itu, Aa Umar harus segera diberi tindakan. Lalu saat berada di ruang UGD, dokter jaga bilang bahwa mereka tidak punya alat khusus untuk menangani Aa Umar. Agak panik dan kecewa, Ambu mencoba menenangkan diri. Ambu lihat Aa Umar dan Dedek Aydin yang mulai lapar. Ambu beri mereka susu kemasan terlebih dahulu sambil Ambu terus berpikir langkah apa yang harus Ambu lakukan. Di situ Ambu mulai bingung, kalau Ambu harus daftar poli satu hari sebelum konsul, itu maksudnya gimana, ini kan baru kejadian hari ini, apa ga ada cara lain. Bener-bener bingung. Di tengah kebingungan, salah satu tenaga medis menyarankan untuk pergi ke Rumah Sakit Khusus THT yang ternyata berada persis di belakang rumah sakit ini.

Sampailah Ambu di RS THT tersebut. Setelah daftar dan harus menunggu antrian, Ambu suapin dulu Aa Umar dan Dedek Aydin. Sesekali tetap bermain dan bersenda gurau. Ambu ajak ke playground, mencoba menjaga fitrah mereka yang gemar sekali bermain walau Ambu dalam kondisi yang cukup kalut. Begitu dipanggil ke Poli, ternyata Aa Umar harus menerima tindakan. Aa Umar dibius lokal lalu duri ikannya diambil. Selesai.

Ternyata tindakan tadi tidak sesuai ekspektasi. Aa Umar tidak kooperatif bahkan saat baru diminta buka mulut untuk disemprot obat bius lokal. Saat itu dokter bilang agar Aa Umar dibius total dan masuk ruang operasi. Terlebih durinya menancap di amandel kiri Aa Umar yang kala itu sedang bengkak. Astaghfirulloh... Ya Alloh...