Kegiatan yang menyangkut ibadah tidak dilakukan oleh setiap penganut agama, mungkin ada beberapa alasan yang melatarbelakanginya. Lalu bagaimana dengan pelaku ibadah itu sendiri?
Apa yang mereka rasakan?
Suatu siang di sebuah pinggiran kota...
"Mbak Nis, nanti ngaji kan?!"
"Iya, insha Allah. Mbak Icha ngaji juga?"
"Ngaji dong pastinya..."
Selesai pengajian...
"Aku tuh... Ini aku lho ya.. Jadi aku tuh alhamdulillah masih bisa dikasih kesempatan ngaji."
"Iya alhamdulillah..."
"Orang sih banyak yang hatinya tidak tergerak untuk ngaji. Padahal kan ngaji juga untuk kehiduan sehari-hari. Ih parah deh.. Aku sih kalo ga ngaji merasa kosong gitu. Pahalanya kan banyak ya.."
Di rumah...
"Setiap ngaji alhamdulillah aku bahagia tapi selalu merasa banyak dosa. Tindakanku benar namun tak merasa paling benar. Siapalah aku dengan sok tahu menghitung pahala dari tiap manusia. Aku hanya perlu untuk terus istiqomah...", ujarnya bermonolog menghadap cermin sambil melepas peniti dari jilbab warna pastelnya.
Apakah Mbak Ninis yang merasa paling benar?
Atau Mbak Icha yang terus berintrospeksi?
Intinya bukan siapa, melainkan tindakan dalam beribadah.
Agaknya kita berada dalam masalah yang sesungguhnya ketika mulai merasa menjadi Maha Benar. Apalagi mulai menghakimi sesama dengan seenaknya.
Mengajak ke kebaikan memang benar, tapi sangat dibenarkan jika dilakukan dengan langkah-langkah yang benar.
Terima kasih sudah membaca. Kamu baik sekali! :)
QPE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan santun ber-komentar!