QPE

QPE

Selasa, 16 Juli 2013

Tinta Merah

          Sewaktu SD, mungkin sekitar kelas 3 SD, di saat pertama kali boleh menulis di buku catatan sekolah memakai pulpen, saya sangat senang. Saya yang kala itu berusia 8 tahun merasa menapaki jenjang kedewasaan. *Lho?* hehehe. Ini karena pengguna pulpen di sekitar saya rata-rata orang dewasa. Ya begitulah saya, anak kecil yang gemar menyimpulkan segala hal dengan gegabah ;)
          Pulpen pertama yang saya gunakan merupakan pulpen langsing lurus biasa, merek-nya 'pilot bpt-p' :D Awalnya jika ada penulisan yang salah, saya coret saja dengan dua garis melintang. Tapi karena teman-teman kelas saya mulai membawa tipe-x (tinta pengkoreksi) dengan beragam bentuk dan warna kemasan, saya mulai 'kabita' untuk memakainya ('kabita' di sini lebih ke perasaan 'panas' khas anak SD, yaa. Bahasa sekarang mah semacam 'envy' gitu. hoho).
          Sampai suatu ketika saya mempunyai pulpen dengan kombinasi banyak warna dalam satu bentuk, saya tidak melulu menulis menggunakan tinta hitam. Hijau, biru dan...merah. Lalu ibu saya yang mendapati saya menulis di buku catatan menggunakan tinta merah kontan menegur saya dengan lembut: "Jangan nulis pake pulpen merah, itu tandanya MARAH.."

          WADUH!
Ternyata dari warna saja bisa menunjukkan emosi. Hmm. Berarti ibu guru marah-marah dong pas ngisi rapor beberapa anak bandel? :D

          Tulisan ini saya buat karena sampai sekarang, jika saya hendak menulis memakai tinta merah, urung saya lakukan. Karena saya rasa, saya sedang tidak marah. Hehe. Gantinya, saya menulis dengan tinta berwarna merah....jambu. Ya! Merah jambu alias pink! :D Apa itu tandanya saya sedang menulis sambil jatuh cinta?
Ah.. Lagi-lagi bicara tentang emosi manusia. Ga akan ada habisnya itu. (^^,)'
Salam,

QPE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan santun ber-komentar!